• +622159576882 |+622159576730
  • [email protected]

    Artikel dan Berita Pondok Pesantren Daar el-Qolam

    Berqurban, Mendekatkan Diri Kepada Allah dan Sesama

    Hari ini, umat islam di seluruh dunia merayakan hari Raya Iedul Adha atau hari Raya Iedul Qurban. Bagi umat Islam yang mampu, dianjurkan untuk menyembelih hewan qurban. Pada dasarnya, berqurban mengandung dua nilai, yaitu nilai ketaatan kepada Allah (Hablun Minallah) dan nilai kebaikan antar sesama manusia (Hablun Minan Naas).

    Anak-anak menuntun domba qurban

    Syariat berkurban merupakan ibadah yang diangkat dari peristiwa yang terjadi antara dua Nabi Allah, yaitu Nabi Ibrahim ‘Alaihis Salam dan putranya, Nabi Ismail ‘Alaihis Salam. Kisah antara keduanya Allah abadikan dalam Al-Quran, surat Ash-Shofaat ayat 100 sampai 110

    رَبِّ هَبْ لِي مِنَ الصَّالِحِينَ ﴿١٠٠﴾ فَبَشَّرْنَاهُ بِغُلَامٍ حَلِيمٍ ﴿١٠١﴾ فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ السَّعْيَ قَالَ يَا بُنَيَّ إِنِّي أَرَىٰ فِي الْمَنَامِ أَنِّي أَذْبَحُكَ فَانظُرْ مَاذَا تَرَىٰ ۚ قَالَ يَا أَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُ ۖ سَتَجِدُنِي إِن شَاءَ اللَّـهُ مِنَ الصَّابِرِينَ ﴿١٠٢﴾ فَلَمَّا أَسْلَمَا وَتَلَّهُ لِلْجَبِينِ ﴿١٠٣﴾ وَنَادَيْنَاهُ أَن يَا إِبْرَاهِيمُ ﴿١٠٤﴾ قَدْ صَدَّقْتَ الرُّؤْيَا ۚ إِنَّا كَذَٰلِكَ نَجْزِي الْمُحْسِنِينَ ﴿١٠٥﴾ إِنَّ هَـٰذَا لَهُوَ الْبَلَاءُ الْمُبِينُ ﴿١٠٦﴾ وَفَدَيْنَاهُ بِذِبْحٍ عَظِيمٍ ﴿١٠٧﴾ وَتَرَكْنَا عَلَيْهِ فِي الْآخِرِينَ ﴿١٠٨﴾ سَلَامٌ عَلَىٰ إِبْرَاهِيمَ ﴿١٠٩﴾ كَذَٰلِكَ نَجْزِي الْمُحْسِنِينَ ﴿١١٠

    “Ya Tuhanku, anugerahkanlah kepadaku (seorang anak) yang termasuk orang-orang yang saleh. Maka Kami beri dia kabar gembira dengan seorang anak yang amat sabar. Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: “Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah apa pendapatmu!” Ia menjawab: “Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar”. Tatkala keduanya telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan anaknya atas pelipis(nya), (nyatalah kesabaran keduanya). Dan Kami panggillah dia: “Hai Ibrahim, sesungguhnya kamu telah membenarkan mimpi itu sesungguhnya demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata. Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar. Kami abadikan untuk Ibrahim itu (pujian yang baik) di kalangan orang-orang yang datang kemudian, (yaitu)”Kesejahteraan dilimpahkan atas Ibrahim”. Demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik.” (QS. 37, 100-110)

    Ujian yang diberikan Allah kepada Ibrahim merupakan ujian yang amat berat. Bagaimana tidak, Allah memerintahkan Nabi Ibrahim untuk menyembelih Ismail, putra kandungnya sendiri, yang telah lama ia nantikan kehadirannya.

    Sebelum menikah dengan Hajar, Nabi Ibrahim telah lama menikah dengan Sarah. Namun, karena lama tidak juga mendapatkan keturunan, ia memutuskan untuk menikah lagi dengan Hajar, seorang budak yang dihadiahkan oleh Raja Mesir, dan itu atas permintaan Sarah.

    Tidak lama setelah menikah dengan Hajar, Nabi ibrahim dikaruniai seorang anak laki-laki yang kemudian diberi nama Ismail. Kehadiran Ismail begitu membuat Nabi Ibrahim bahagia, karna memang sudah lama ia mendambakan seorang anak.

    Karena Ismail dirawat dan dibesarkan oleh seorang ibu yang taat kepada Allah dan Rasulnya, Ia pun tumbuh menjadi anak yang baik dan saleh. Semakin Ismail tumbuh menjadi anak yang baik, semakin besar pulalah kecintaan Nabi Ibrahim pada putranya itu. Terlebih ketika Ismail sudah bisa membantu ayahnya.

    Nabi Ibrahim yang mendapat julukan “khalilullah” (kekasih Allah) mendapat ujian berat pada saat rasa bahagianya meluap-luap dengan kehadiran sang buah hati di dalam rumah tangganya. Lewat perintah menyembelih Ismail, Allah seolah hendak mengingatkan Nabi Ibrahim bahwa anak hanyalah titipan. Anak, betapapun mahalnya kita menilai, tak boleh melengahkan kita bahwa hanya Allahlah tujuan akhir dari rasa cinta dan ketaatan.

    Ternyata, kecintaan Nabi Ibrahim kepada Allah memang melebihi kecintaannya pada apa pun dan siapa pun, termasuk pada Ismail. Nabi Ibrahim lulus dari ujian ini. Ia membuktikan bahwa dirinya sanggup mengalahkan ego dan nafsunya demi mentaati perintah Allah SWT. Dengan penuh ketulusan, Nabi Ibrahim menapaki jalan pendekatan diri kepada Allah sebagaimana makna qurban, yakni pendekatan diri.

    Allah mencintai hamba-Nya yang beriman dan beramal saleh.

    Setelah terbukti bahwa Allah lebih dicintai Nabi Ibrahim dari pada putra kesayangannya, Allah gantikan Ismail dengan seekor sembelihan yang besar.

    Kita saat ini, apakah benar kecintaan kita kepada Allah melebihi kecintaan kita pada apapun? Apakah anak, istri, suami, orang tua, harta, kedudukan, atau penghasilan lebih kita cintai dari pada Allah, sehingga lebih kita utamakan dari pada mencari Ridho-Nya?

    Bagaimana jika kita berada di posisi Nabi Ibrahim saat itu? Akankah kita mengambil tindakan yang sama seperti Nabi Ibrahim? Atau malah kita duakan Allah yang telah memberi kita karunia-Nya?

    Allah belum menguji kita dengan ujian seberat yang Ia berikan kepada nabi Ibrahim. Allah tidak memerintahkan kita untuk memenggal anak sebagaimana Ia perintahkan kepada Nabi Ibrahim.

    Dengan Iedul Adha, kita hanya diperintahkan “memenggal” sebagian harta kita, agar kita lebih dekat dengan sesama, dan tentunya agar lebih dekat dengan Allah SWT.

    Mudah-mudahan, Iedul Adha kali ini kembali mengingatkan kita bahwa apa yang kita miliki hanyalah titipan, yang mestinya menjadi fasilitas kita untuk meraih kecintaan Allah SWT.

    Ditulis oleh Ust. Agus Taufik, M.Kom

    Tags

    Leave a comment

    %d bloggers like this: