• +622159576882 |+622159576730
  • [email protected]

    Artikel dan Berita Pondok Pesantren Daar el-Qolam

    Muhammad, Rasul Allah

    Kaligrafi Muhammad Rasul Allah

    Dalam bukunya yang berjudul “100 Tokoh Paling Berpengaruh Di Dunia,” Michael H. Hart menempatkan Nabi Muhammad pada urutan pertama. Bukan tanpa alasan, mengapa ia menempatkan nabi Muhammad pada urutan pertama dalam bukunya itu. Hart menilai Muhammad sebagai tokoh paling berpengaruh sepanjang sejarah manusia. Menurut Hart, Muhammad adalah satu-satunya orang yang berhasil meraih keberhasilan luar biasa baik dalam hal spiritual maupun kemasyarakatan. Hart mencatat bahwa Muhammad mampu mengelola bangsa yang awalnya egoistis, barbar, terbelakang, dan terpecah-belah oleh sentimen kesukuan menjadi bangsa yang maju dalam bidang ekonomi, kebudayaan, dan kemiliteran bahkan sanggup mengalahkan pasukan Romawi yang saat itu merupakan kekuatan militer terdepan di dunia.

    Kunci keberhasilan nabi Muhammad dalam menjalankan misinya sebagai rasul dan pemimpin masyarakat, bukan hanya karena kepandaiannya saja, tapi perbuatan serta teladan yang diberikannya adalah contoh persaudaraan dalam bentuknya yang benar-benar sempurna. Dia adalah Rasulullah, tapi tidak mau ia menampakkan diri dalam gaya orang berkuasa, sebagai raja, atau pemegang kekuasaan duniawi. Kepada sahabat-sahabatnya ia berkata :

    “Jangan aku dipuja, seperti orang-orang Nasrani memuja anak Mariam. Aku adalah hamba Allah. Maka sebut sajalah hamba Allah dan rasulnya.”

    Suatu ketika pernah nabi mendatangi sekelompok sahabat-sahabatnya, mereka berdiri menyambutnya. Tapi nabi berkata :

    “Jangan kamu berdiri seperti orang-orang Saint yang mau saling diagungkan.”

    Apabila ia mengunjungi sahabat-sahabatnya, ia pun duduk di mana saja ada tempat yang luang. Ia bergurau dengan sahabat-sahabatnya, bergaul dengan mereka, diajaknya mereka bercakap-cakap, anak-anak mereka pun diajaknya bermain-main dan didudukkannya mereka di pangkuannya. Dipenuhinya undangan yang datang dari orang merdeka atau dari si budak dan si miskin. Dikunjunginya orang yang sedang sakit, yang jauh tinggal di sana, di ujung kota. Orang yang meminta maaf dimaafkannya. Dan ia yang memulai untuk memberi salam kepada orang yang dijumpainya. Ia yang lebih dulu mengulurkan tangan menjabat sahabat-sahabatnya. Apabila ada orang yang menunggu ia sedang salat, dipercepatnya sembahyangnya lalu ditanyanya orang itu akan keperluannya. Sesudah itu kembali lagi ia meneruskan ibadatnya. Baik hati ia kepada setiap orang dan selalu senyum.

    Dalam rumah tangga, ia ikut memikul beban keluarga: ia mencuci pakaian, menambalnya, dan memerah susu kambing. Ia juga yang menjahit terompahnya, menolong dirinya sendiri dan mengurus unta.

    Ia juga mengurus keperluan orang yang lemah yang menderita dan orang miskin. Apabila ia melihat seseorang yang sedang dalam kebutuhan, ia dan keluarganya mengalah, sekalipun mereka sendiri dalam kekurangan. Tak ada sesuatu yang disimpannya untuk besok. Sehingga tatkala ia wafat, baju besinya sedang tergadai di tangan seorang Yahudi karena untuk keperluan belanja keluarganya.

    Sangat rendah hati Ia, selalu memenuhi janji. Tatkala ada sebuah delegasi dari pihak Najasi (Negus) datang, dia sendiri yang melayani mereka, sehingga sahabat-sahabatnya menegurnya:

    “Sudah cukup, ada yang lain.” Kata sahabat-sahabatnya itu.

    “Mereka sangat menghormati sahabat-sahabat kita,” katanya. “Saya ingin membalas sendiri kebaikan mereka.

    Begitu setianya ia, sehingga bila ada orang menyebut nama Khadijah, selalu menimbulkan kenangan yang indah baginya. Di sinilah Aisyah berkata: “Saya tidak pernah iri hati terhadap seorang wanita seperti terhadap Khadijah, bilamana saja ia (rasul) mendengar namanya disebut, ia mengenangkannya.” Ketika ada seorang wanita datang, ia menyambutnya begitu gembira dan ditanyanya baik-baik. Bila wanita itu sudah pergi, ia berkata:

    “Ketika masih ada Khadijah, ia suka mengunjungi kami. Dan mengingat hubungan baik masa lampau adalah bagian dari iman.”

    Begitu halus perasaannya, begitu lembut hatinya, ia membiarkan cucunya bermain-main dengannya ketika ia sembahyang. Bahkan ia sembahyang dengan Umama putri Zainab, sambil dibawa di atas bahunya, bila ia sujud diletakkan, bila ia berdiri dibawanya lagi.

    Kebaikan dan kasih sayangnya tidak hanya sampai di situ saja, melainkan sampai kepada binatang juga. Dia sendiri yang bangun membukakan pintu untuk seekor kucing yang sedang berlindung di tempat itu. Dia sendiri yang merawat seekor ayam jantan yang sakit. Kudanya dielus-elusnya dengan lengan bajunya. Bila dilihatnya Aisyah menarik seekor unta, karena menemui kesukaran lalu binatang itu ditarik-tariknya, Rasul pun menegurnya : “Hendaknya engkau berlaku lemah lembut.”

    Begitulah gambaran akan tingginya akhlak Muhammad Rasulullah, yang dengan itu berhasil menyelesaikan misinya dalam waktu yang relatif singkat, 23 tahun.

    Mudah-mudahan peringatan Maulid Nabi Muhammad tahun ini mengingatkan kita untuk senantiasa berusaha meniru tingginya akhlak beliau.

    Referensi :

    Sejarah Hidup Muhammad,” Muhammad Husain Haekal

    Ditulis oleh Ust. Agus Taufik, M.Kom

    Tags
    Penulis:

    Seorang guru di Pondok Pesantren Daar el-Qolam 2

    Leave a comment

    %d bloggers like this: